Friday, November 13, 2020

Proposal Penelitian Perbedaan Hasil Belajar Konstruksi Dan Utilitas Gedung Yang Dibelajarkan Dengan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Dan Model Pembelajaran Explicit Instruction Siswa Kelas XI Desain Permodelan Dan Informasi Bangunan SMK Negeri 5 Medan

 

PERBEDAAN HASIL BELAJAR KONSTRUKSI DAN UTILITAS GEDUNG YANG DIBELAJARKAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN MODEL PEMBELAJARAN EXPLICIT INSTRUCTION SISWA KELAS XI DESAIN PERMODELAN DAN INFORMASI BANGUNAN SMK NEGERI 5 MEDAN”

 

Proposal

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan

Oleh :

REINHOLD MESNER NARO SIRAIT

NIM. 5162311007

 

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020


BAB I

PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, yaitu untuk menjamin kelangsungan kehidupan dan perkembangan bangsa itu sendiri. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas suberdaya manusia. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai itu, pendidikan harus adaptif terhadap perubahan zaman.

Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara formal. Sekolah bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga sebagai tempat berkumpul, bermain, dan berbagai keceriaan antara siswa hingga terjadi interaksi timbal balik yang secara psikologis sangat seimbang. Sekolah juga tempat dimana kegiatan belajar mengajar berlangsung dan tempat terjadinya interaksi antara guru dan murid.             

Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar. Guru bertanggung jawab untuk membawa siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu sehingga mampu mencapai tujuan belajar itu sendiri yaitu: siswa mampu berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima pendapat orang lain, meningkatkan minat dan antusias siswa, serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat, yang akan memberikan dampak positif dalam pencapaian hasil belajar siswa yang optimal.

Hasil belajar ini digunakan guru sebagai penentu atau ukuran dalam mencapai suatu pendidikan. Namun kenyataannya tidak semua siswa dapat mencapai hasil yang baik khususnya Konstruksi dan Utilitas Gedung, dan mutu pendidikan Konstruksi dan Utilitas Gedung di Indonesia masih tergolong rendah. Keadaan saat ini seharusnya menjadi keprihatinan dan tanggung jawab bersama serta menjadi pendorong agar secara aktif ikut berpartisipasi dalam peningkatan mutu pendidikan nasional.

  Pemilihan model pembelajaran yang tepat dan menarik dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu guru juga harus bisa memilih model pembelajaran yang mampu melibatkan siswa ikut aktif dalam proses belajar mengajar di kelas sehingga dengan demikian siswa tidak lagi hanya duduk dan diam mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru secara mutlak. Jadi, proses belajar mengajar yang berlangsung tidak hanya terpusat pada aktivitas guru.

Seperti halnya dalam pembelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung, kebanyakan kegiatan belajar mengajar yang berlangsung tidak menyenangkan, cara penyampaian yang searah oleh guru, kurangnya pengalaman langsung, sehingga siswa menerima materi secara abstrak. Kondisi ini mengakibatkan siswa kurang antusias dan kurang berminat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung. Oleh karena itu dibutuhkan suatu cara-cara agar siswa mengalami suatu ketertarikan terhadap mata pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung.

Model pembelajaran NHT merupakan salah satu bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural yang menekankan pada struktur-struktur khusus dengan tujuan mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Struktur ini pada dasarnya dibuat agar peserta didik dapat bekerja sama pada kelompok-kelompok kecil agar nantinya bisa berjalan secara kooperatif. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah


Berdasarkan pengamatan peneliti, proses pembelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung yang selama ini dilaksanakan di SMK Negeri 5 Medan, ditemukan beberapa masalah antara lain: proses pembelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung. yang diterapkan masih menggunakan model ceramah, sehingga siswa hanya berlaku pasif sementara gurunya yang aktif. Di sini guru harus memiliki tanggung jawab yang besar dalam pelaksanaan proses belajar, yaitu bagaimana bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru dapat dikuasi oleh anak didik secara tuntas. Ini merupakan masalah yang cukup sulit yang dirasakan oleh guru dan menuntut sikap profesionalisme guru serta kompetensi kemampuan mengajar.


Menindak-lanjuti beberapa permasalahan di atas dapat menyebabkan rendahnya kualitas proses dan kelulusan dari sistem pembelajaran. Siswa lebih cenderung tidak memfokuskan diri dari apa yang disampaikan oleh guru, hal ini terjadi karena guru lebih banyak menggunakan metode konvensional yaitu ceramah bervariasi, sehingga siswa lebih cepat merasa jenuh. Untuk itu pengembangan variasi mengajar perlu dilakukan oleh guru.

Dalam pengembangan variasi mengajar tentu saja tidak sembarangan, tetapi ada tujuan yang hendak dicapai, yaitu meningkatkan dan memelihara  perhatian anak didik terhadap relevansi proses belajar mengajar, memberikan kesempatan berfungsinya motivasi, membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah, memberi kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual, dan mendorong anak didik untuk belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, pemilihan model pembelajaran merupakan strategi awal dalam mencapai proses belajar yang optimal yang pada akhirnya akan berimbas pada pencapaian prestasi belajar.                  

Tujuan pembelajaran dapat tercapai apabila menggunakan model pembelajaran yang tepat, sesuai dengan standar keberhasilan yang telah ditetapkan. Model pembelajaran yang dapat dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar bermacam-macam salah satunya adalah model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Dan Model Pembelajaran Explicit Instruction.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “ Perbedaan Hasil Belajar Konstruksi Dan Utilitas Gedung Yang Dibelajarkan Dengan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Dan Model Pembelajaran Explicit Instruction Siswa Kelas XI Desain Permodelan Dan Informasi Bangunan SMK Negeri 5 Medan “.

B.            Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:  

1.       Kurangnya motivasi belajar Konstruksi dan Utilitas Gedung pada siswa.

2.       Kurangnya minat siswa untuk mempelajari Konstruksi dan Utilitas Gedung.

3.       Kegiatan belajar mengajar yang diterapkan guru kurang melibatkan siswa bersifat Teacher Centered.

4.       Peranan guru yang tidak menggunakan variasi model pembelajaran pada pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung.

5.       Situasi dan lingkungan kelas yang tidak teratur pada proses pembelajaran

6.       Hasil belajar Konstruksi dan Utilitas Gedung siswa masih rendah.

C.            Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah  dan  identifikasi  masalah  yang dikemukakan di atas  sangat  luas,  maka peneliti membatasi pada perbedaan hasil belajar konstruksi dan utilitas gedung yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Numbered Head Together(NHT) dan model pembelajaran Explicit Instruction di kelas XI DPIB SMK Negeri 5 Medan.

D.            Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan diatas maka pokok permasalahan yang harus diselesaikan dituangkan dalam rumusan masalah sebagai berikut:

1.   Bagaimana hasil belajar siswa pada mata pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung yang menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together  ?

2.   Bagaimana hasil belajar siswa pada mata pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung yang menggunakan model pembelajaran Explicit Instruction?

3.   Adakah perbedaan antara hasil belajar siswa kelas XI pada mata pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung yang menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together  dengan model pembelajaran Explicit Instruction di SMK Negeri 5 Medan ?

E.            Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1.   Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung yang menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together  .

2.   Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung yang menggunakan model pembelajaran Explicit Instruction.

3.   Untuk mengetahui perbedaan antara hasil belajar siswa kelas XI pada mata pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung yang menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together  dengan model pembelajaran Explicit Instruction di SMK Negeri 5 Medan.

 

F.             Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

  1. siswa, dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung.

2.   Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dan informasi dalam memilih model pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

3.   Bagi peneliti, dapat menambah ilmu  dan  pengalaman  tentang  pembelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung melalui model pembelajaran Numbered Head Together dan Explicit Instruction sekaligus  dapat memprektekkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dalam pembelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung.

4.   Bagi sekolah, memberikan perbaikan kondisi pembelajaran dan bahan pertimbangan dalam membuat keputusan penggunaan model pembelajaran yang akan diterapkan



BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

 

A.   Tinjaun Pustaka.

1.   Hasil Belajar Konstruksi Dan Utilitas Gedung

a.   Pengertian Belajar.

Daryanto, (2012) menyatakan “belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”. Seseorang baru dikatakan belajar jika orang tersebut telah mendapatkan hasil atau terjadinya tingkah laku berupa perubahan dalam ilmu pengetahuan keterampilan, sikap emosi dan sebagainya.

Morgan dalam Mulyati (2005) menyatakan Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.  Menurut Gage (1984) belajar adalah suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman B.F Skinner (1958) menyatakan belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

 Baharuddin (2007) menyatakan bahwa:“Belajar dapat membawa perubahan bagi si pelaku baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan dan perubahan tersebut membantu si pelaku dalam memecahkan permasalahan hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya”

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang membawa perubahan tingkah laku melalui hasil latihan maupun pengalaman siswa. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berupa perubahan pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Dengan perubahan-perubahan tersebut, tentunya siswa juga akan terbantu dalam memecahkan permasalah hidup dan bisa menyesuaiakan diri dengan lingkungannya.

b.   Pengertian Hasil Belajar

Menurut Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No.17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan pada pasal 1 No.36 menetapkan, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran merupakan suatu proses (aktivitas) belajar mengajar yang didalamnya ada dua subyek yaitu pengajar dan peserta belajar. Tugas dan tanggung jawab seorang pengajar adalah membangun kesadaran dan keterlibatan aktif dari dua subyek pengajaran tersebut. dimana dalam kontaks pengajaran, pengajaran adalah penginisiatif awal dan pengaruh serta pembimbing, sedangkan peserta belajar sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pelajaran (Sardiman, 2001). Sedangkan hasil belajar dapat didefenisikan sebagai proses kegiatan untuk menyimpulkan apakah tujuan intruksional suatu program telah tercapai (Daryanto, 2010:131). Menurut Usman (Jihad, 2012:16) “ hasil belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan intruksional yang direncanakan guru sebelumnya yang dikelompokkan kedalam tiga kategori, yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotor”. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris (Sudjana, 2009:3).

Menurut Sudjana (2009:3) hasil belajar siswa adalah perubahan tingkah laku yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berdasarkan Taksonomi Bloom (dalam Arikunto, 2012:130-135) menjelaskan bahwa hasil belajar dibagi menjadi 3 ranah, yaitu : a) ranah kognitif, berhubungan dengan kemampuan berpikir. Terdapat 6 jenjang dalam ranah kognitif, yaitu : mengenal, pemahaman, penerapan atau aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi; b) ranah afektif, berhubungan dengan pandangan, penilaian terhadap sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran dan proses belajar; dan c) ranah psikomotorik, berhubungan dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh setelah melalui proses belajar yang berupa perubahan tingkah laku meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Proses dan hasil belajar dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: faktor internal dan faktor eksternal. Hasil belajar bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang telah diajarkan dan dapat menjadi bahan evaluasi.

2.  Model Pembelajaran Number Head Together (NHT)

a.  Pengertian Pembelajaran Number Head Together (NHT)

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spener Kagen. Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam pengetahuan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Tujuan dari NHT adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu untuk meningkatkan kerja sama siswa, NHT juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran. Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran NHT, antara lain:

1. Hasil belajar akademik struktural.

2. Pengakuan adanya keragaman.

3. Pengembangan keterampilan sosial.

Langkah-langkah pembelajaran Number Head Together (NHT), adalah sebagai berikut:

1.          Pendahuluan 

Pada pendahuluan berisi tettang persiapan antara lain: 

a)     Guru menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). 

b)    Guru menyampaikan tujuan pembelajaran  

c)     Guru melakukan apersepsi 

d)    Guru memberikan motivasi pada siswa 

2.       Kegiatan Inti 

Kegiatan inti adalah pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)

a)     Fase 1 : Penomoran  Penomoran  Guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 4-5 orang  dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. 

b)    Fase 2 : Mengajukan pertanyaan  Mengajukan pertanyaan : Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Dalam hal ini guru memberikan pertanyan berupa lembar kerja siswa

c)     Fase 3 : Berfikir bersama Berpikir bersama : Siswa berfikir bersama menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan yang berupa LKS dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.

d)    Fase 4 : Menjawab  Menjawab : Guru  memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan  di depan kelas. 

3.     Penutup  Penutup merupakan tahap evaluasi. 

a)     Dengan bimbingan guru siswa membuat kesimpulan. 

b)    Siswa diberi PR dari buku paket atau buku panduan lain.

 

b.  Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Number Head Together (NHT)                                                                                                            NHT mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagaimana dikemukakan oleh Suwarno bahwa pembelajaran model Numbered Head Together (NHT) memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:

Kelebihan pembelajaran NHT, antara lain:

1.   Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/siswa secara bersama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

2.   Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui aktifitas belajar kooperatif.

3.   Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi pengetahuan akan manjadi lebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat sampai pada kesimpulan yang diharapkan.

4.   Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinan.

Kelebihan lain dari pembelajaran NHT yaitu: 1) Setiap siswa menjadi siap semua, 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Kekurangan pembelajaran NHT, antara lain:

1.   Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.

2.   Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.

3.   Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.


3.  Model Pembelajaran Explicit Instruction.

a.     Pengertian Model Explicit Instruction.

Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan kepada penyediaan sumber belajar

Explicit Instruction merupakan pembelajaran langsung yang khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah (Archer dan Huges dalam Huda, 2013).).

Explicit Instruction menurut Kardi (dalam Huda 2013:186) dapat berbentuk “ceramah, demonstrasi, pelatihan, praktik dan kerja kelompok”. Explicit Instruction digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Menurut Arends, sebagaimana dikutip oleh Trianto (2009:41) menjelaskan bahwa model Explicit Intruction disebut juga dengan direct instruction (pengajaran langsung) merupakan salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap atau selangkah demi selangkah.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa, Model Pembelajaran Explicit Instruction adalah sebuah model yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan siswa pada proses pembelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan prosedural yang dijelaskan dengan pola setahap demi setahap.

Sintaks Explicit Instruction disajikan dalam lima tahap menurut Archer dan Hughes, sebagaimana dikutip oleh Miftahul Huda (2013:186), seperti ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 2. Sintaks Model Explicit Instruction.

Fase

Peran Guru

Fase 1

Orientasi

 

Guru menjelaskan informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, dan mempersiapkan siswa untuk belajar.

 

Fase 2

Presentasi

 

Guru mendemonstrasikan materi pelajaran, baik berupa keterampilan maupun konsep atatu menyajikan informasi tahap demi tahap.

 

Fase 3

Latihan Terstruktur

 

Guru merencanakan dan memberi bimbingan instruksi awal pada siswa.

Fase 4

Latihan Terbimbing

 

Guru memeriksa apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik dengan memberinya kesempatan untuk berlatih konsep dan keterampilan, lalu melihat apakah mereka berhasil memberi umpan balik yang positif atau tidak.

 

Fase 5

Latihan Mandiri.

 

Guru merencanakan kesempatan untuk melakukan instruksi lebih lanjut dengan berfokus pada situasi yang lebih kompleks atau kehidupan sehari – hari.

 

Sumber : Miftahul Huda, (2013)

Seperti ditunjukkan pada table 2 diatas, berikut penjelasan tiap fase pada sintaks tersebut.

1)      Pada fase pertama merupakan fase orientasi yang bertujuan untuk menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa, meliputi (1) guru memberikan tujuan langkah awal untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta dalam pelajaran itu, (2) penyampaian tujuan kepada siswa dapat dilakukan oleh guru melalui rangkuman rencana pembelajaran dengan cara menuliskannya dipapan tulis, (3) kegiatan ini bertujuan menarik perhatiansiswa, memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah dimilikinya, yang relevan dengan pokok pembicaraan yang akan dipelajari.

2)      Kemudian dilanjutkan dengan fase kedua yaitu presentasi atau mendemontrasikan pengetahuan serta keterampilan, meliputi (1) mempresentasikan informasi sejelas mungkin dan mengikuti langkah-langkah demonstrasi yang efektif, (2) kemampuan guru untuk memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada siswa mempunyai dampak yang positif terhadap proses belajar siswa, (3) pengajaran langsung berperan teguh pada asumsi, bahwa sebagaian besar yang dipelajari (hasil belajar) berasal dari mengamati orang lain, (4) untuk menjamin agar siswa akan mengamati tingkah laku yang benar dan bukan sebaliknya, guru perlu benar-benar memperhatikan apa yang terjadi pada setiap tahap demontrasi.

3)      Selanjutnya, fase ketiga yaitu latihan terstruktur, meliputi (1) agar guru dapat mendemonstrasikan sesuatu dengan benar diperlukan latihan yang intensif, dan memperhatikan aspek-aspek penting dari keterampilan atau konsep yang didemonstrasikan, (2) memberikan latihan, dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menerapkan dan melakukan pelatihan, yaitu sebagai berikut. a) menugasi siswa melakukan latihan singkat dan bermakna, b) memberikan pelatihan pada siswa sampai benar-benar mengusai konsep/keterampilan yang dipelajari, (3) hati-hati terhadap latihan yang berkelanjutan, pelatihan yang dilakukan terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kejenuhan pada siswa, (4) memperhatikan tahap-tahap awal pelatihan, yang mungkin saja siswa melakukan keterampilan yang kurang benar atau bahkan salah tanpa disadari.  yang benar dan bukan sebaliknya, guru perlu benar-benar memperhatikan apa yang terjadi pada setiap tahap demontrasi.

4)      kemudian fase keempat latihan terbimbing yaitu mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Guru memeriksa apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik dengan memberinya kesempatan untuk berlatih konsep dan keterampilan, lalu melihat apakah mereka berhasil memberi umpan balik yang positif atau tidak.

5)      Fase kelima adalah latihan mandiri yaitu memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan ilmu yang didapat melalui latihan mandiri kepada siswa yang dapat dikerjakan di rumah atau di luar jam pelajaran. Dalam melakukan hal ini yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memberikan tugas mandiri, yaitu: a) tugas rumah yang diberikan bukan merupakan kelanjutan dari proses pembelajaran, tetapi merupakan kelanjutan pelatihan untuk pembelajaran berikutnya, b) guru seyogyanya menginformasikan kepada orang tua siswa tentang tingkat keterlibatan mereka dalam membimbing siswa dirumah, dan c) guru perlu memberikan umpan balik tentang hasil tugas yang diberikan kepada siswa dirumah. 

 

b.   Kelebihan dan Kelemahan Model Explicit Instrution.

Model Explicit instruction sendiri memiliki kelebihan dan kelemahan (Huda, 2013: 187-189). Beberapa kelebihannya diantara lain adalah :

1)      Guru bisa mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga guru dapat mempertahankan fokus apa yang harus dicapai oleh siswa.

2)      Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kecil

3)      Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau  kesulitan - kesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.

4)      Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur.

5)      Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah.

6)      Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif singkat dan dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa

Sementara itu kelemahan model pembelajaran explicit instruction adalah sebagai berikut :

1)      Terlalu bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat, sementara tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, sehingga guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.

2)      Kesulitan untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.

3)      Kesulitan siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal yang baik.

4)      Kesuksesan strategi ini hanya bergantung pada penilaian dan antusiasme guru di kelas.

 

B.    Kerangka Berpikir.

Banyak siswa yang menganggap pelajaran Konstruksi Dan Utilitas Gedung itu membosankan, susah dipahami karena konsep-konsep yang dipelajari masih bersifat abstrak dan masih dalam tataran ide atau gagasan. Untuk itu guru Konstruksi Dan Utilitas Gedung dituntut untuk dapat membuat model pembelajaran yang efektif yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam belajar Konstruksi Dan Utilitas Gedung dan dapat menjabarkan konsep yang bersifat abstark menjadi sesuatu yang lebih nyata atau konkret, hal ini mutlak dilakukan oleh guru agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang lebih tinggi pada mata pelajaran Konstruksi Dan Utilitas Gedung, siswa betul- betul memahami materi yang diajarkan guru dan menghindari kebosanan sehingga siswa antusias dalam mengikuti pelajaran. Oleh karena itu guru harus pandai memilih model pembelajaraan yang sesuai dengan materi pelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Konstruksi Dan Utilitas Gedung,

Dalam penelitian ini model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Numbered Head Together  dan model pembelajaran Explicit Instruction. Adapun kelebihan dari model pembelajaran Numbered Head Together  adalah Setiap siswa menjadi aktif semua, dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam belajar konstruksi dan utilitas gedung. Model pembelajran Numbered Head Together  juga mempunyai kekurangan yaitu kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru, tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Sementara kelebihan model pembelajaran Explicit Instruction adalah guru bisa mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga guru dapat mempertahankan fokus apa yang harus dicapai oleh siswa, efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur. Kekurangan model Explicit Instruction adalah Terlalu bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat, sementara tidak semua siswa memiliki keterampilan, kesulitan untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.

 

C.  Pengajuan Hipotesis.

Berdasarkan uraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar siswa kelas XI pada mata pelajaran Konstruksi Dan Utilitas Gedung yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together  dengan model pembelajaran Explicit Instruction di SMK Negeri 5 Medan.

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

A.         Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI-DPIB-1 dan XI DPIB-3 SMK Negeri 5 Medan yang terletak di Jl. Timor No.36, Gaharu, Kec.Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara 20235, pada semester ganjil tahun 2020 / 2021, yaitu pada tanggal 10 Juli sampai dengan 10 Agustus 2020.

B.         Populasi dan Sampel Penelitian

1.     Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (arikunto, 2008:108) populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI DPIB SMK Negeri 5 Medan yang terdiri dari kelas XI DPIB-1 sampai dengan XI DPIB-3 yang keseluruhan berjumlah 94 siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Jumlah Populasi Kelas XI DPIB

Kelas

Jumlah Siswa

XI DPIB-1 XI DPIB-2 XI DPIB-3

31

33

30

Jumlah

94

Sumber : Dokumen Tata Usaha SMK Negeri 5 Medan. 

2.     Sampel

            Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti (Suharsimi Arikunto, 2010: 117). Jika hanya meneliti sebagian dari populasi maka penelitian disebut sebagai penelitian sampel. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah cluster-random sampling. Dalam hal ini, klaster tersebut adalah kelompok kelas XI DPIB-1, XI DPIB-2, dan X DPIB-3. Dengan metode ini, pengambilan sampel dilakukan bukan berdasarkan individu, melainkan secara random namun mengacu pada kelompok. Untuk itu, peneliti memilih dua kelas secara acak untuk dijadikan sebagai sampel dan selanjutnya diundi untuk ditentukan menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol.. Melalui pemilihan secara random, diperoleh bahwa kelas XI DPIB-1 yang berjumlah 31 orang sebagai kelas eskperimen dan kelas XI DPIB-3 yang berjumlah 30 orang sebagai kelas kontrol. Sampel yang terpilih dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Sampel kelas XI DPIB-1 dan kelas XI DPIB-3

No.

Kelas

Jumlah Siswa

Keterangan

1.

XI DPIB-1

31

Kelas eksperimen

2.

XI DPIB-3

30

Kelas kontrol


C.         Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel sebagai berikut :

1.              Variabel bebas (x) : model pembelajaran Numbered Head Together di kelas DPIB-1  dan model pembelajaran Explicit Instruction di kelas DPIB-3

2.              Varibel Terikat (y) : hasil belajar siswa konstruksi dan utilitas gedung di SMK Negeri 5 Medan.

D.         Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Sugiyono (2009: 72) menjelaskan bahwa penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Desain penelitian eksperimen yang digunakan pada penelitian ini adalah true experimental dengan pretest-posttest control group design. Sugiono (2009: 76) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan penelitian dengan desain pretest-posttest control group design, peneliti memilih dua kelompok secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal mengenai perbedaan antara nilai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Apabila hasil pretest kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan, maka dapat dikatakan baik. Kelompok eksperimen dan kontrol kemudian diberi perlakuan berupa pembelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung dengan model pembelajaran Numbered Head Together  dan model pembelajaran Explicit Instruction. Setelah pemberian perlakuan, dilakukan posttest untuk mengetahui perbedaan nilai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.

R

O1

X

O2

R

O3

-

O4

Gambar 3.1. Desain Penelitian. Sumber: Sugiyono (2009: 76)

Keterangan:

 

O1   :Pengukuran Hasil Belajar Awal pada KE

 O2  : Pengukuran Hasil Belajar Awal pada KE

 O3  : Pengukuran Hasil Belajar Akhir pada KK

 O4   : Pengukuran Hasil Belajar Akhir pada KK

 X   : pembelajaran dengan model NHT

-       : pembelajaran dengan model Explicit Instruction


E.         Prosedur Penelitian

Secara umum penelitian ini terbagi dalam dua tahap yang harus dilakukan, yaitu tahap perencanaan dan pelaksanaan.

1.               Tahap Perencanaan

 Tahap perencanaan penelitin ini meliputi :

a.     Permintaan izin kepada pihak sekolah yang akan digunakan sebagai tempat penelitian.

b.     Merancang instrument yang akan digunakan dalam penelitian.

c.     Mengkonsultasikan insstrument yang sudah dibuat kepada dosen pembimbing skripsi untuk validasi isi, apakah instrument tersebut layak atau tidaknya untuk digunakan.

d.     Melakukan uji coba instrument, untuk mengetahui validitas kriteria, reabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran instrument.

e.     Melakukan pengolahan terhadap instrument.

f.      Membuat RPP.

g.     Membuat media pembelajaran.

2.               Tahap Pelaksanaan

a.     Tahap pelaksanaan dikelas eksperimen

Tahap pelaksaan penelitian dikelas eksperimen meliputi :

1)    Melakukan tes awal (pretes)

2)    Menerapkan model pembelajaran Numbered Head Together.

3)    Guru membagi siswa kedalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang dan kepada setiap siswa diberi nomor antar 1-5.

4)    Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa

5)    Siswa berfikir bersama menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan yang berupa LKS dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.

6)    Guru  memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan  di depan kelas. 

7)    Menyimpulkan hasil diskusi

8)    Melakukan tes akhir (post tes)

b.     Tahap pelaksanaan dikelas kontrol

Tahap pelaksaan penelitian dikelas eksperimen meliputi :

1)    Melakukan tes awal (pretes)

2)    Menerapkan model pembelajaran Explicit Instruction.

3)    Guru menjelaskan informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, dan mempersiapkan siswa untuk belajar.

4)    Guru mendemonstrasikan materi pelajaran, baik berupa keterampilan maupun konsep atatu menyajikan informasi tahap demi tahap.

5)    Guru merencanakan dan memberi bimbingan instruksi awal pada siswa.

6)    Guru memeriksa apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik dengan memberinya kesempatan untuk berlatih konsep dan keterampilan, lalu melihat apakah mereka berhasil memberi umpan balik yang positif atau tidak.

7)    Guru merencanakan kesempatan untuk melakukan instruksi lebih lanjut dengan berfokus pada situasi yang lebih kompleks atau kehidupan sehari – hari.


3.       Diaram Alir Penelitian

 

F.      Instrumentasi dan Teknik Pengumpulan Data

 

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui metode tes. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 266), tes dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi. Tes digunakan untuk mengetahui implikasi dari tindakan yang telah dilakukan terhadap tingkat penguasaan konsep pada mata pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung. Tes dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu: tes kemampuan awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal, dan tes kemampuan akhir untuk mengetahui capaian konsep akhir. Tes dilakukan untuk memperoleh data mengenai hasil belajar siswa pada mata pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung sebelum dan sesudah pembelajaran Numbered Head Together  dan Explicit Instruction.

Instrumen yang digunakan pada proses pengumpulan data penelitian adalah adalah instrumen dengan bentuk tes. Tes yang dilakukan peneliti adalah bentu tes tertulis yaitu tes objektif dengan bentuk tes pilihan ganda (multiple choice item). Instrumen ini untuk mengetahui tingkat pemahaman dan peningkatan penguasaan konsep materi pelajaran Konstruksi dan Utilitas Gedung. Materi yang digunakan pada saat tes tertulis disesuaikan dengan materi pembelajaran pada saat pelaksanaan treatment. Treatment dilakukan selama 2 kali pertemuan.

Pada suatu penelitian, instrumen atau alat ukur harus memenuhi kriteria sebagai instrumen yang valid. Pada penelitian ini, pembakuan validitas instrumen dilakukan berdasarkan pendapat ahli (expert judgement). Hal ini dilakukan dengan mengkonsultasikan instrumen penelitian dengan dosen yang menjadi validator sampai dengan instrumen penelitian dinyatakan valid oleh validdator tersebut. Namun demikian, tingkat kesukaran dari soal pretest dan posttest belum diketahui. Uji tingkat kesukaran dilakukan untuk mengetahui tingkat kesulitan soal yang digunakan untuk mengukur hasil pembelajaran. Uji tingkat kesukaran soal menggunakan rumus berikut.


Keterangan:

P      : Indeks kesukaran

B     : Jumlah siswa yang menjawab benar

Js     : Jumlah seluruh siswa

         Kriteria taraf kemudahan soal ditunjukkan oleh tabel berikut.

Tabel 3.4. Kriteria Taraf Kemudahan

Nilai

Kriteria

0,70 = P = 1,00

Mudah

0,30 = P = 0,70

Sedang

0,00 = P =0,30

Sukar

 

 

 

Pengujian kesukaran soal dilakukan dengan melakukan tes pada siswa yang bukan merupakan sampel penelitian, yaitu siswa kelas XI DPIB-2 dengan jumlah sebanyak 33 siswa. Hasil uji tingkat kesukaran soal menunjukkan bahwa indeks kesukaran pada butir-butir soal pretest maupun posttest berkisar antara 0,30-0,70. Hasil ini menunjukkan bahwa instrumen tes tidak terlalu mudah ataupun terlalu sukar, sehingga dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa.

Pada penelitian ini, disadari bahwa masih terdapat adanya ancaman terhadap validitas internal dan eksternal terkait pelaksanaan eksperimen penelitian. Ancaman terhadap validitas internal antara lain sebagai berikut.

1.       History, yaitu pengaruh kondisi lingkungan luar terhadap siswa selama berlangsungnya eksperimen

2.       Maturation, yaitu perubahan yang disebabkan perubahan yang alamiah

3.       Selection, kekeliruan dalam proses seleksi partisipan

4.       Testing, sensitisasi karena adanya pretest

5.       Instrumentation, kekeliruan yang disebabkan oleh prosedur eksperimen

6.       Regression, kecenderungan pada skor ekstrim untuk berubah ke hasil yang lebih baik ketika dilakukan tes ulang

7.       Mortality, perubahan dalam suatu kelompok karena siswa mengundurkan diri dari penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan untuk meminimalisir dan mengatasi ancaman validitas internal adalah dengan memilih subyek secara random, menetapkan kelompok-kelompok secara random (random assignment), dan menggunakan kelompok kontrol. Selain ancaman terhadap validitas internal, terdapat beberapa ancaman terhadap validitas eksternal sebagaimana uraian berikut.

1.         Multiple treatment interference, yaitu adanya beberapa perlakuan terjadi secara simultan

2.         Reactive arrangements (Hawthorne Effect), yaitu siswa menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam percobaan/sedang diteliti

3.         Experimenter effects, yaitu efek yang muncul karena kehadiran eksperimenter

4.         Pretest sensitization, yaitu sensitisasi terhadap adanya pretest

 

Pada penelitian ini juga dilakukan upaya untuk menganani ancaman terhadap validitas eksternal. Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir dan mengatasi ancaman validitas eksternal dilakukan melalui pelaksanaan eksperimen yang benar-benar ketat dan sesuai dengan teori mengenai langkah-langkah pelaksanaan penelitian NHT dan Explicit Instruction.

 

G.     Teknik Analisis Data

 

Setelah memperoleh data pretest dan posttest dari kedua kelompok, maka dilakukan analisis data penelitian. Adapun teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini diuraikan sebagai berikut.

1.   Uji Persyaratan Analisis

 

a.   Uji Normalitas


Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi data hasil pretest dan posttest. Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui apakah data menyebar secara normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan rumus Chi-Kuadrat sebagaimana berikut.

 

Keterangan:

 

x2 : harga chi kuadrat

 

Oi : frekuensi hasil penelitian

 

Ei : frekuensi yang diharapkan (Sudjana, 2005: 273)

 

Dari hasil pengujian tersebut, jika x2hitung < x2(1-a)(k-1) maka data berdistribusi normal. Sebaliknya, apabila x2hitung > ?x(1-a)(k-1) maka data tidak berdistribusi normal.

b.   Uji Homogenitas

Tujuan dilakukannya uji homogenistas pada dasarnya adalah untuk mengetahui kesamaan varians dari data yang diperoleh melalui pretest dan posttest. Melalui uji homogenitas dapat diketahui apakah kedua kelompok data mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varians yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen. Untuk menguji kesamaan varians, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

 


 

Keterangan:

 

Vb : varians yang lebih besar

 Vk : varians yang lebih kecil

 Dimana


 


Dan

 

Keterangan:

 

X : nilai data pengamatan

 

µ : nilai rata-rata hitung

 

N : jumlah total data (Sudjana, 2005: 250)

 

Dalam penelitian ini digunakan taraf signifikan 5% yang berarti jika Fhitung < Ftabel pada taraf signifikasi 5% maka kedua kelompok memiliki varians yang homogen. Sebaliknya, jika Fhitung > Ftabel pada taraf signifikansi 5% maka kedua kelompok tidak memiliki varians yang homogen.

2.   Uji Hipotesis

Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok dilakukan uji perbedaan. Uji beda dilakukan dengan metode t-test. Metode t-test yang dilakukan pada penelitian ini meliputi:

a.       Perbedaan Hasil Belajar dengan Uji-T Sampel Independen (Independent t-Test).

              Metode independent t-test digunakan untuk mengetahui peningkatan atau perbedaan hasil belajar siswa pada kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Apabila varians dari kedua kelompok sama maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

 

 


dengan

 

dan df = n1 + (n2 – 2)

Keterangan:

Xe         : Hasil skor rata-rata kelompok eksperimen

Xk        : Hasil skor rata-rata kelompok kontrol

e

 
S 2        : Varian kelompok eksperimen

Sk2        : Varian kelompok kontrol

ne         :  Jumlah anggota kelompok eksperimen

nk         :  Jumlah anggota kelompok kontrol (Sudjana, 2005: 239)


Apabila varians dari kedua kelompok tidak sama maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

dengan


 

Keterangan:

Xe         : Hasil skor rata-rata kelompok eksperimen

Xk        : Hasil skor rata-rata kelompok kontrol

e

 
S  2       : Varian kelompok eksperimen

Sk2        : Varian kelompok kontrol

ne         : Jumlah anggota kelompok eksperimen

nk         : Jumlah anggota kelompok kontrol (Sudjana, 2005: 239)

Pengujian dilakukan dengan uji signifikansi ‘dua ekor’ (two-tailed test). Melalui pengujian ini, nilai t berpasangan selanjutnya akan dikonsultasikan dengan ttabel pada taraf signifikansi 5%. Jika thitung > ttabel pada taraf signifikasi 5% maka ada perbedaan yang signifikan. Sebaliknya, jika thitung < ttabel pada taraf signifikansi 5% maka tidak ada perbedaan yang signifikan.

b.       Perbedaan Hasil Belajar dengan Uji-T Sampel Berkorelasi (Paired t-Test)

       Metode paired t-test digunakan untuk mengetahui peningkatan atau perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah perlakuan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

 

 

Keterangan:

X1            : rata-rata sampel 1

X 2       : rata-rata sampel 2

S1          : simpanan baku sampel 1

S2      : simpanan baku sampel 2

S2

 

1

 
      2    : varians sampel 1

   

S

 

1

 
2      : varians sampel 1

r : korelasi antar dua sampel (Sudjana, 2005: 239)

       Pengujian dilakukan dengan uji signifikansi ‘dua ekor’ (two-tailed test). Melalui pengujian ini, nilai t berpasangan dikonsultasikan dengan tabel t pada taraf signifikansi 5%. Jika thitung > ttabel pada taraf signifikasi 5% maka ada perbedaan yang signifikan. Sebaliknya, jika thitung < ttabel pada taraf signifikansi 5% maka tidak ada perbedaan yang signifikan.

 

 

No comments:

Post a Comment